Monday, January 8, 2018

20-Peretemuan Setelah 12 Tahun



Aku tidak menyadari sudah 12 tahun lebih sejak tahun 1994 aku tidak bertemu dengan vania. Aku jarang hadir di acara reuni atau buka puasa bersama  acara temen temen sekolahku dulu, terlebih disaat aku tinggal di bandung.
Hari ini seperti permintaan vania kemarin, dia meminta untuk bertemu. Ada sedikit rasa canggung menghadapi pertemuan ini, karena sudah 12 tahun lebih aku tidak bertemu.
Seperti apa dia sekarang ini? Apakah masih menjadi seorang gadis manis seperti vania yang kukenal. Semua rasa keingintahuanku tentang vania berkumpul dan membuat aku semakin tidak tenang.
Aku menemuinya di jam makan siang di sebuah restoran yang tidak jauh dari rumah vania. Jam 11:30 aku sudah menunggu sambil menyalakan sebatang rokok untuk tetap mencoba tenang.
Tidak lama kemudian, sebuah mobil honda stream berwarna hitam, parkir didepanku. Dan kulihat seorang wanita yang sedang hamil sekitar 6 atau 7 bulan bersama seorang anak perempuan usia 3 tahun turun dari mobil tersebut.
Ya, dia adalah vania, sahabat lamaku yang pernah singgah dihatiku, ternyata dia sedang hamil besar dan memiliki seorang anak perempuan cantik, persis seperti vania.
“Dio...apa kabar” Vania tersenyum menyalamiku
“Baik vania...” Aku menjawab dengan nada tidak begitu lancar.
Vania mengambil posisi duduk disebelahku, tidak jauh, persis seperti dulu, dia selalu mengambil tempat duduk disampingku dekat dengan aku.
“Gimana sih ceritanya ?” Aku membuka pembicaraan.
Vania belum menjawab,dia tertunduk dan sesekali menarik nafas panjang, seakan akan sulit untuk mengutarakan sesuatu di dalam hatinya.
“Ya seperti yang aku ceritakan semalam dio” Kata Vania.
“Ferdian merebut handphone itu, tapi aku berhasil mengambilnya lagi, waktu dia tidur”
“Tapi aku cek isinya sudah kosong semua, sepertinya sudah dihapus semua dio” Kata vania
“Kamu bisa bantu aku, bagaimana supaya file file itu bisa kembali ?” Vania memohon dengan iba.
“Bisa, kamu bawa handphonnya kan?” Kataku
Lalu vania menyerahkan sebuah handphone nokia kepadaku,aku langsung menyimpannya ke dalam tasku tanpa banyak bicara.
“Dio, kamu tahu? Aku itu selalu cari kamu,aku nggak pernah tahu ada dimana kamu” Tiba tiba vania melontarkan perkataan yang membuat aku tersentak.
Aku terdiam tidak dapat dapat berkata apa apa, aku memang sengaja menghilang, aku tidak kuasa bila harus sering bertemu dengan vania.
“Aku coba cari tahu kamu lewat Riko, Shinta dan lain lainya, tapi mereka itu nggak tahu juga kamu ada dimana” Vania terlihat seperti seseorang yang sangat kecewa.
“Maaf vania, aku memang sibuk, kebetulan aku beberapa tahun terakhir tinggal di bandung” Jawabanku terlihat formal, dan itu bukan jawaban sebenarnya.
Aku menarik nafas panjang, dan mencoba untuk kuat menatap wajahnya.
“Kenapa bisa sampai begitu vania?” Aku bertanya dengan penuh tanda tanya.
“Ceritanya panjang dio, kamu pasti tidak akan percaya kalau aku cerita yang sebenarnya” Kata vania
“Aku sangat percaya kamu, aku orang yang paling percata kamu vania “ Kataku dengan yakin.
Vania mulai menceritakan kisahnya, dengan air mata yang sudah mengembang di kedua bola matanya.
“Tahun 2000 kamu pasti tahu aku menikah, tapi itu bukanlah pernikahan yang aku inginkan.”
“Aku tidak tahu mengapa tiba tiba saja orang tuaku menikahkan aku”
“Aku kaget pada saat mereka sudah membuatkan buku nikah untukku dan ferdian”
“Kamu tahu dio, saat itu aku pergi meninggalkan rumah sampai 2 minggu,aku tidak tahu harus kemana” Air mata vania mulai jatuh menetes di pipinya.
“Tapi aku bukanlah anak yang ingin membangkang terhadap orang tua, dan aku tidak ingin mempermalukan keluargaku”
“Terus kamu jadi nikah akhirnya?” Tanyaku
“Iya, aku tidak bisa menolak, kamu paling tahu dio bahwa aku orang yang sangat menerima”
“Setelah itu penderitaan bertubi tubi datang kepadaku, seakan akan memberikan hukuman yang aku tidak pernah tahu karena apa salahku”
“Ferdian, aku tahu, aku tidak akan bisa hidup dengan orang itu.”
“Tapi aku tidak ada kekuatan apa apa dio, tidak ada satupun orang disekitarku yang bisa mengetahui apa yang aku rasa”
“Keluargaku seakan akan merasa senang dan bangga, pada saat aku dinikahkan dengan seorang laki laki yang aku tidak pernah cintai sedikitpun” Tatapan vania terlihat kosong tanpa arti.
Aku tidak bisa berbicara banyak, aku hanya mendengarkan, dan aku tahu hati itu telah tercabik cabik dan runtuh tanpa sisa.
Aku merasa sangat sangat bersalah, harusnya aku ada disana, seharusnya aku bisa menjadi seseorang tempat vania berkeluh kesah, seperti 12 tahun lalu.
Ada rasa penyesalan yang dalam di dadaku, mengapa aku begitu egois, menghilang dari dirinya, mencoba untuk menghindari vania, karena hatiku sebenarnya tidak menerima, bahwa aku hanya ditempatkan sebagai seorang sahabat dan menginginkan lebih.
Vania menatap kosong kedepan, ingin rasanya aku memeluk vania saat itu, untuk bisa meredakan kesedihan dan penderitaannya yang bisa aku rasakan dengan jelas.
Vania mengeluarkan sebuah buku, nampaknya seperti buku harian miliknya.
“Dio..aku menuliskan semuanya disini..” Vania menyerahkan buku itu kepadaku.
“Apa ini vania?” Tanyaku
“Aku hanya bisa mencurahkan semua keluh kesah dan penderitaanku selama ini lewat buku harian ini.”
“Kamu boleh membacanya dio, karena aku tidak sanggup untuk menceritakannya” Air mata vania menetes sangat deras.
Aku terdiam dan mengambil buku itu, kubuka sekilas halaman depan, lalu aku tutup kembali.
“Vania, kamu yang kuat yah, semua akan baik bak saja” Aku juga hampir tidak kuasa menahan kesedihan ini.
Vania hanya mengangguk dan kedua bola matanya seperti menyiratkan bahwa dia ada didalam belenggu kepedihan dan berusaha untuk meminta pertolongan.
Vania pamit pulang, aku mengantarnya sampai mobil, dia sempat membuka jendela kaca mobilnya untuk pamit kepadaku.
“Dio, makasih yah...kamu baik baik saja yahh”
Aku hanya bisa menatap vania tanpa berkata apa apa, lalu mobil tersebut melaju, aku tetap menatap sampai mobil itu tidak terlihat lagi.
Vania, kamupun tidak tahu bahwa akupun merasakan hal yang sama,Seperti yang kamu tahu, aku tidak pandai untuk mengucapkan sesuatu, begitu juga dengan kepahitan hidup yang aku alami.
Tidak bisa aku bayangkan, seorang wanita yang sedang hamil dan memiliki seorang anak perempuan 3 tahun harus menghadapi kenyataan yang sangat mengerikan, dikhianati, ditikam tanpa belas kasihan.
Aku tahu vania sudah tidak lagi memiliki apa apa ,jiwanya kosong, aku bisa melihat dari bola matanya, kekosongan jiwa yang berbaur dengan kepedihan semua menyatu untuk meruntuhkan semangat hidupnya.
Sampai di kantor, aku buka buku harian yang tadi diberikan vania kepadaku, sebuah catatan tentang penderitaan seorang wanita, seseorang vania yang seharusnya mendapatkan semua impiannya karena dia pantas mendapatkan itu.



0 comments:

Post a Comment